Peta Persebaran Kelapa Sawit Di Aceh |
Aceh ialah
Sebuah daerah yang terletak di paling ujung sumatera yang memiliki berbagai
macam kekayaan hayati. Aceh yang kaya akan minyak ditambahlagi dengan kesuburan
alam yang luarbiasa sehingga semua jenis tumbuh tumbuhan mudah tumbuh di aceh
dan tekstur tanah yang bagus yang menarik
masyarakat dalam mengandalkan sektor pertanian. Aceh yang dijuluki dengan paru dunia yang
paling banyak menyumbang gas O2 sehingga mengurangi polusi udara di dunia. Selain
itu asap asap pabrik industri di aceh utara dan Lhokseumawe tentunya itu sudah
mencemari lingkungan dan polusi udara di
aceh namun di bayar dengan kehijauan lingkungan sekitarnya sehingga lingkungan
tetap terjaga dengan indah asri dan sejuk.
Disepanjang perjalanan Jalan Medan Banda Aceh juga selalu kita
jumpai pohon pohon rindang yang asri yang menyejukkan hati masyarakat. Namun seiring
waktu berjalan lingkungan mulai
mengancam kehidupan bermasyarakat terutama di wilayah perdesaan. Dengan banyaknya masyarakat yang mengalih fungsikan
lahanya menjadi perkebunan kelapa sawit Perluasan
perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan pemindahan lahan dan sumberdaya,
perubahan luar biasa terhadap vegetasi dan ekosistem setempat. Lingkungan
menjadi bagian yang sangat rawan terjadi perubahan kearah rusaknya lingkungan
biofisik yang terdegredasi serta bertambahnya lahan kritis. apabila dikelola
secara tidak bijaksana. Aspek lingkungan mempunyai dimensi yang sangat luas
pengaruhnya terhadap kualitas udara dan terjadinya bencana alam seperti
kebakaran, tanah longsor, banjir dan kemarau akibat adanya perubahan iklim
global.
Hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain, hidro-orologi, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim serta rosot (penyimpan, sink) karbon, Hutan juga berfungsi sebagai penyimpan keanekaragaman hayati. Ekspansi perkebunan kelapa sawit memiliki dampak-dampak besar bagi penduduk Indonesia khususnya di wilayah Aceh khususnya Masyarakat di Aceh Utara dan Aceh Timur sebagai basis perkebunan sawit.
Hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain, hidro-orologi, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim serta rosot (penyimpan, sink) karbon, Hutan juga berfungsi sebagai penyimpan keanekaragaman hayati. Ekspansi perkebunan kelapa sawit memiliki dampak-dampak besar bagi penduduk Indonesia khususnya di wilayah Aceh khususnya Masyarakat di Aceh Utara dan Aceh Timur sebagai basis perkebunan sawit.
Kerusakan
dan degradasi hutan menyebabkan perubahan iklim dengan dua cara. Pertama, menggunduli dan membakar hutan
melepaskan karbondioksida ke atmosfir dan kedua,
wilayah hutan yang berfungsi sebagai penyerap karbon berkurang. Peran hutan
dalam mengatur iklim sangat penting sehingga jika kita terus menghancurkan
hutan tropis, maka kita akan kalah dalam memerangi perubahan iklim. Hutan
adalah rumah bagi keanekaragaman hayati dunia -- jutaan binatang dan tumbuhan.
Terlebih lagi, jutaan masyarakat asli hutan bergantung kepada hutan sebagai
sumber kehidupan mereka.
Budidaya tanaman kelapa sawit menerapkan sistem monokultur yang mensyaratkan pembersihan awal pada lahan yang akan digunakan (land clearing). Secara ekologis, memang pola monokultur lebih banyak merugikan karena penganak-emasan tanaman tersebut akan berdampak pada penghilangan (atau pengurangan tanaman lain).
Jika lahan baru yang dibuka berupa hutan, maka tentu saja ini akan berdampak pada berkurangnya -atau bahkan hilangnya- keanekaragaman hayati yang sudah ada sebelumnya. Keanekaragaman hayati membentuk ekosistem yang kompleks dan saling melengkapi, gangguan atas ekosistem tentu akan mengganggu keseimbangan alam, misalnya pada hilangnya aktor-aktor alam yang berperan dalam rantai makanan. Kehilangan satu aktor yang ada pada rantai makanan dalam posisi lebih tinggi dari aktor lainnya akan menyebabkan peningkatan populasi aktor dibawahnya tanpa dikontrol oleh predator alami yang ada di atasnya. Bisa dibayangkan jika ledakan populasi itu merupakan ancaman bagi populasi lain. Contoh paling gampang adalah populasi yang mengganggu dan kemudian disebut hama.
Pada beberapa kasus, pembukaan lahan hutan -tidak hanya lahan sawit- diikuti dengan pembakaran untuk mempercepat proses land clearing. Kasus asap yang muncul dari kebakaran (atau pembakaran) hutan sangat sering muncul beberapa waktu lalu dan kita semua sudah tahu dampaknya.
Adapun untuk lahan yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan perkebunan, seperti aktivitas pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara kumulatif telah mengakibatkan tanah mengalami penurunan kualitas (terdegradasi), karena secara fisik, akibat kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu menyerap dan menyimpan air. Penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan perkebunan akan menimbun residu di dalam tanah. Demikian juga dengan pemupukan yang biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan pupuk organik akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan keasaman tanah.
Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus air. Ketersediaan air tanah pada lahan yang menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut akan semakin berkurang. Hal ini akan mengganggu ketersediaan air, tidak hanya bagi manusia namun bagi tanaman itu sendiri. Dengan berkurangnya kuantitas air pada tanah dapat menyebabkan para petani akan sulit mengembangkan lahan pertanian pasca lahan perkebunan kelapa sawit ini beroperasi.
Jika dibiarkan tanpa antisipasi atas dampak jangka panjang, maka lahan demikian akan menjadi terlantar dan pada akhirnya akan menjadi lahan kering juga gersang yang terbengkalai.
Budidaya tanaman kelapa sawit menerapkan sistem monokultur yang mensyaratkan pembersihan awal pada lahan yang akan digunakan (land clearing). Secara ekologis, memang pola monokultur lebih banyak merugikan karena penganak-emasan tanaman tersebut akan berdampak pada penghilangan (atau pengurangan tanaman lain).
Jika lahan baru yang dibuka berupa hutan, maka tentu saja ini akan berdampak pada berkurangnya -atau bahkan hilangnya- keanekaragaman hayati yang sudah ada sebelumnya. Keanekaragaman hayati membentuk ekosistem yang kompleks dan saling melengkapi, gangguan atas ekosistem tentu akan mengganggu keseimbangan alam, misalnya pada hilangnya aktor-aktor alam yang berperan dalam rantai makanan. Kehilangan satu aktor yang ada pada rantai makanan dalam posisi lebih tinggi dari aktor lainnya akan menyebabkan peningkatan populasi aktor dibawahnya tanpa dikontrol oleh predator alami yang ada di atasnya. Bisa dibayangkan jika ledakan populasi itu merupakan ancaman bagi populasi lain. Contoh paling gampang adalah populasi yang mengganggu dan kemudian disebut hama.
Pada beberapa kasus, pembukaan lahan hutan -tidak hanya lahan sawit- diikuti dengan pembakaran untuk mempercepat proses land clearing. Kasus asap yang muncul dari kebakaran (atau pembakaran) hutan sangat sering muncul beberapa waktu lalu dan kita semua sudah tahu dampaknya.
Adapun untuk lahan yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan perkebunan, seperti aktivitas pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara kumulatif telah mengakibatkan tanah mengalami penurunan kualitas (terdegradasi), karena secara fisik, akibat kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu menyerap dan menyimpan air. Penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan perkebunan akan menimbun residu di dalam tanah. Demikian juga dengan pemupukan yang biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan pupuk organik akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan keasaman tanah.
Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus air. Ketersediaan air tanah pada lahan yang menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut akan semakin berkurang. Hal ini akan mengganggu ketersediaan air, tidak hanya bagi manusia namun bagi tanaman itu sendiri. Dengan berkurangnya kuantitas air pada tanah dapat menyebabkan para petani akan sulit mengembangkan lahan pertanian pasca lahan perkebunan kelapa sawit ini beroperasi.
Jika dibiarkan tanpa antisipasi atas dampak jangka panjang, maka lahan demikian akan menjadi terlantar dan pada akhirnya akan menjadi lahan kering juga gersang yang terbengkalai.
Aspek Sosial Budaya Masyarakat Di
Aceh Terhadap Lingkungan
Pembangunan sebagai proses kegiatan yang berkelanjutan memiliki dampak yang luas bagi kehidupan Masyarakat. Dampak tersebut meliputi perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap ekosistem, yaitu terganggunya keseimbangan lingkungan alam dan kepunahan keanekaragaman hayati(biodiversity). Terhadap kehidupan Masyarakat, dapat membentuk pengetahuan dan pengalaman yang akan membangkitkan kesadaran bersama bahwa mereka adalah kelompok yang termaginalisasi dari suatu proses pembangunan atau kelompok yang disingkirkan dari akses politik, sehingga menimbulkan respon dari Masyarakat yang dapat dianggap mengganggu jalannya proses pembangunan.
Paradigma pembangunan pada era otonomi daerah memposisikan Masyarakat sebagai subjek pembangunan yang secara dinamik dan kreatif didorong untuk terlibat dalam proses pembangunan, sehingga terjadi perimbangan kekuasaan (power sharing) antara pemerintah dan Masyarakat. Dalam hal ini, kontrol dari Masyarakat terhadap kebijakan dan implementasi kebijakan menjadi sangat penting untuk mengendalikan hak pemerintah untuk mengatur kehidupan Masyarakat yang cenderung berpihak kepada pengusaha dengan anggapan bahwa kelompok pengusaha memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan nasional.
Aspek Ekonomi Perkebunan Kelapa Sawit
Perekonomian di daerah yang dimasuki oleh suatu investasi besar sudah bisa dipastikan akan berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat di beberapa daerah yang menjadi lokasi perusahaan besar seperti di daerah Riau yang berkembang pesat melalui investasi perusahaan perkebunan, pulp and paper, perusahaan HPH, dan lain-lain.
Pembangunan sebagai proses kegiatan yang berkelanjutan memiliki dampak yang luas bagi kehidupan Masyarakat. Dampak tersebut meliputi perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap ekosistem, yaitu terganggunya keseimbangan lingkungan alam dan kepunahan keanekaragaman hayati(biodiversity). Terhadap kehidupan Masyarakat, dapat membentuk pengetahuan dan pengalaman yang akan membangkitkan kesadaran bersama bahwa mereka adalah kelompok yang termaginalisasi dari suatu proses pembangunan atau kelompok yang disingkirkan dari akses politik, sehingga menimbulkan respon dari Masyarakat yang dapat dianggap mengganggu jalannya proses pembangunan.
Paradigma pembangunan pada era otonomi daerah memposisikan Masyarakat sebagai subjek pembangunan yang secara dinamik dan kreatif didorong untuk terlibat dalam proses pembangunan, sehingga terjadi perimbangan kekuasaan (power sharing) antara pemerintah dan Masyarakat. Dalam hal ini, kontrol dari Masyarakat terhadap kebijakan dan implementasi kebijakan menjadi sangat penting untuk mengendalikan hak pemerintah untuk mengatur kehidupan Masyarakat yang cenderung berpihak kepada pengusaha dengan anggapan bahwa kelompok pengusaha memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan nasional.
Aspek Ekonomi Perkebunan Kelapa Sawit
Perekonomian di daerah yang dimasuki oleh suatu investasi besar sudah bisa dipastikan akan berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat di beberapa daerah yang menjadi lokasi perusahaan besar seperti di daerah Riau yang berkembang pesat melalui investasi perusahaan perkebunan, pulp and paper, perusahaan HPH, dan lain-lain.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan sebagai penghasil minyak
kelapa sawit (CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (CPO) yang merupakan
salah satu sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek
komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah
mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan
kelapa sawit. Perkembangan sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia
tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif.
Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cukup cerah sebagai sumber devisa. Disamping itu minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai diseluruh dunia, sehingga secara terus menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini mampu pula menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat.
Pertumbuhan sub-sektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka pertumbuhan ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya untuk mendatangkan investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan Indonesia karena pengembangan areal perkebunan kelapa sawit utamanya dibangun pada areal hutan konversi.
Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cukup cerah sebagai sumber devisa. Disamping itu minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai diseluruh dunia, sehingga secara terus menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini mampu pula menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat.
Pertumbuhan sub-sektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka pertumbuhan ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya untuk mendatangkan investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan Indonesia karena pengembangan areal perkebunan kelapa sawit utamanya dibangun pada areal hutan konversi.
Konversi hutan alam masih terus berlangsung hingga
kini bahkan semakin menggila karena nafsu pemerintah yang ingin menjadikan
Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Demi mencapai
maksudnya tadi, pemerintah banyak membuat program ekspnasi wilayah kebun meski
harus mengkonversi hutan..
Akibat deforetasi tersebut bisa dipastikan Indonesia
mendapat ancaman hilangnya keanekaragaman hayati dari ekosistem hutan hujan
tropis. Juga menyebabkan hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan.
Disamping itu praktek konversi hutan alam untuk pengembangan areal perkebunan
kelapa sawit telah menyebabkan jutaan hektar areal hutan konversi berubah
menjadi lahan terlantar berupa semak belukar dan/atau lahan kritis baru,
sedangkan realisasi pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan
yang direncanakan.
Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas
perkebunan kelapa sawit diantaranyai:
- Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi. Hilangnya keaneka ragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama dan penyakit.
- Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu.
- Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter (hasil peneliti lingkungan dari Universitas Riau) T. Ariful Amri MSc Pekanbaru/ Riau Online). Di samping itu pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh berbagai macam zat fertilizer sejenis pestisida dan bahan kimia lainnya.
- Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi.
- Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama. Hal ini semakin merajalela karena sangat terbatasnya lembaga (ornop) kemanusiaan yang melakukan kegiatan tanggap darurat kebakaran hutan dan penanganan Limbah.
- Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa sawit. sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit.
- Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor
Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah
serius karena dalam prakteknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya
terjadi pada kawasan hutan konversi, melainkan juga dibangun pada kawasan hutan
produksi, hutan lindung, dan bahkan di kawasan konservasi yang memiliki
ekosistem yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi
(Manurung, 2000; Potter and Lee, 1998).
Masihkan
kita membutuhkan konversi hutan untuk menjadi kebun sawit mengingat dampak
negatif yang munculkannya begitu banyak bahaya dan jelas-jelas mengancam
keberlangsungan lingkungan hidup? Sebuah pertanyaan untuk kita
permenungkan demi kelangsungan dan keseimbangan alam serta penghuninya
Potensi Perkebunan Kelapa Sawit Di
Aceh
Sekarang coba
kita kaji bagaiamana potensi sawit yang
ada di aceh dan coba kita liat juga dengan keterbatasan alam kita yang masih
banyak memerlukan ruang hijau dang mengatispasi kerusakan alam.
Produksi 2013 (Ton)
|
1.988.676
|
Produksi 2012 (Ton)
|
5.070.556
|
Produksi 2011 (Ton)
|
572.953
|
Produksi 2010 (Ton)
|
1.712.102
|
Produksi 2009 (Ton)
|
597.498
|
Produksi 2008 (Ton)
|
997.439
|
Jumlah Produksi
Kelapa Sawit tahun 2013 :
Perkebunan Rakyat : 355.366 Ton
Perkebunan Besar : 1.633.310 Ton
Perkebunan Rakyat : 355.366 Ton
Perkebunan Besar : 1.633.310 Ton
Sumber data : Aceh
Dalam Angka 2014
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh
Jl. Tgk. H. M. Daud Beureueh No. 50 Kuta Alam Banda Aceh
Telp (0651) 23005
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh
Jl. Tgk. H. M. Daud Beureueh No. 50 Kuta Alam Banda Aceh
Telp (0651) 23005
Lahan yang Sudah Digunakan (Ha)
|
393.230
|
Status Lahan
|
Perkebunan
Rakyat : 198.246 Ha Perkebunan Besar : 194.984 Ha
|
Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dampak lingkungan tersebut memang cukup mengkhawatirkan. Namun bukan berarti
tidak ada solusi yang bisa dikembangkan guna mengantisipasi dampak tersebut. Kita harus mempertimbangkan ulang pembukaan hutan, terutama pada hutan-hutan
yang berfungsi sebagai daerah resapan dan di masa mendatang diproyeksikan
sebagai sumber air untuk infrastruktur pendukung pertanian seperti waduk. Namun
memang diperlukan sinergi supaya semua kebijakan tersebut dapat saling topang. Konservasi hutan dalam jangka panjang akan membantu konversi balik lahan sawit
menjadi lahan pertanian jika pasokan air yang mencukupi dari hutan yang terkonservasi
dapat dijaga. Atau dalam konteks perkebunan kelapa sawit itu sendiri, pasokan
air yang mencukupi akan membantu pertumbuhan tanaman kelapa sawit dalam hal
ketersediaan air dalam jangka panjang.
Demikian juga penggunaan masif pupuk kimia harus mulai dikombinasi dengan pupuk
organik berbasis bioteknologi yang memiliki kadar mikroba penyubur/pembenah
tanah. Penggunaan pupuk kimia yang lebih berorientasi pada pertumbuhan tanaman
harus dikombinasi dengan pupuk organik yang berorientasi pada kesuburan tanah
dengan menjaga proses biologi dan kimia tanah tetap berlangsung. Kesuburan
tanah diharapkan bisa tetap terjaga sehingga tidak hanya menguntungkan bagi
tanaman, namun mencegah proses penggurunan yang terjadi.