Cerpen, Karya: Teuku Mukhlis
Hujan deras saat itu membuat Evendi sedikit
terlambat berangkat ke kampus, setelah semua jalan mulai mengering, dengan
motor jupiter mx ia berangkat ke
kampus tercintanya, Waktu itu sedang jadwal mata kuliah matematika.
Evendi tidak sadar bahwa dosennya telah
berang setengah mati menunggu mahasiswanya banyak yang belum hadir, tik-tok
tik-tok suara sepatu sepatu menyentuh lantai, dengan nada pelan.
"Assalamualaikum, buk," Evendi beri
salam.
"Walaikumsalam, kenapa kamu
terlambat?" Tanya dosen matematika itu.
"Maaf buk tadi terjebak hujan,"
sahut Evendi.
“Oh yasudah
kamu pulang saja, ini sudah terlambat, kamu jangan seenaknya saja ya?" Tegas
dosennya dengan nada suara tinggi.
"Kok ibu gitu sih, ibu kan bisa lihat
keadaan saya yang sudah basah seperti ini, kenapa harus menyuruh saya
pulang?" Tambah Evendi dengan nada loyo.
"Alam sedang tidak mendukung, tadinya
di daerah saya hujan, mana mungkin saya datang tepat waktu," tandas
Evendi.
Dosen matematika yang juga bernama Lasmini
itu tidak lagi menjawab, ia langsung memasang wajah muram, apalagi saat itu
hanya ada tiga mahasiswa yang hadir.
Evendi dengan wajah pucat dan penuh
keringat bercampur air hujan tetap masuk mengikuti mata kuliah itu, ibu Lasmini
tetap memberi alpa di absen, wajah pucat dan lutut gemetar nampak dari tubuh
Evendi, ia mulai tidak tenang saat duduk di kursi, matanya sesekali melihat
keluar jendela ruangan, entah apa yang dilihatnya.
Tiga bulan berlalu, dia dan kawan-kawan
mengikuti ujian tertulis, kertas jawaban Evendi terisi dengan penuh, tidak ada halaman
yang tersisa dari dua lembar kertas jawaban yang diberikan. Eevendi mulai
melangkah keluar dari ruangan, wajahnya terlihat sangat ceria karena bisa
menyelesaikan semua soal tanpa lagi mengingat insiden perdebatannya dulu.
Selang satu minggu, akhirnya hasil ujian
sudah bisa dinikmati, Evendi sudah tidak sabar untuk melihatnya, wajahnya kaget
dan matanya terbelala saat melihat nilai ujian yang didapatinya adalah `D,` sudut
ruangan yang kumuh dan tak terawat di samping jurusannya menjadi tempat
renungan bagi Evendi, paras putih penuh
dengan linangan air mata, ia hanya tertunduk lesu, tidak ada kata-kata yang
keluar dari mulutnya, hatinya hancur berkeping-keping saat melihat mading yang
berisikan nilai hasil usaha satu smisternya.
Kondisi
fisiknya pucat, sedikit rasa penyesalan datang, kenapa ia memilih
jurusan FKIP Ekonomi di Universitas Serambi Mekkah itu, satu jam ia habiskan
waktu untuk meratapi nasibnya, kemudian Evendi menghidupkan motornya menuju rumah,
dan melupakan semua apa yang baru saja terjadi.
Tidak pernah patah arang, semangat untuk
mencoba lagi selalu tumbuh dalam dirinya, semester selanjutnya ia kembali
mendaftar mata pelajaran ibu Lasmini itu, semester baru berjalan lancar, dia mulai
menegur sapa lagi dengan dosenya itu.
Suasana sudah kondusif, saat ujian tiba,
lembar jawaban yang diberikan semua diisi penuh oleh Evendi. Besok Senin
tanggal 15 Oktober 2014 nilai akan ditempelkan di mading (majalah dinding) jurusan.
Perasaan senang mengalahkan rasa dingin
yang menusuk sampai ke dalam tulang, jam enam subuh Evendi bangun, merapikan
tempat tidur sebentar, dan langsung menyalakan motornya.
Berangkatlah ia subuh itu dengan kendaraan kesayangannya
ke kampus, walaupun agak jauh dari tempat kediamannya untuk melihat hasil kerja
kerasnya, sampailah dia ke tempat tujuan, hatinya yang penuh tanda tanya dalam
sekejap berubah, tidak ada senyum terlihat dari bibirnya, matanya melotot saat melihat
namanya menerima nilai `D` lagi, tidak ingin berlama-lama, dia langsung
menyalakan motornya untuk kembali pulang, kasur yang empuk menjadi tempat ia
mengadu, "kenapa nasibku seperti ini, akankah ada keberuntungan
menghampiri ku?" Keluh Evendi dengan matanya sedikit berkaca-kaca.
Tahun depan ia kembali mencoba untuk yang
terakhir kali, siapa tahu nasib baik ada bersamanya,masuk kuliah evendi datang
tepat waktu, patuh, taat, dan semua perintah dosen iya kerjakan, hampir tidak
ada hari ia datang lebih cepat dari kawan-kawanya yang lain.
Ternyata setelah selesai mengikuti mata
kuliah itu lagi, nasib mujur masih belum bersahabat dengannya, dia kembali
menerima nilai seperti pertama mengikuti pelajaran itu.
Tiga hari mengurung diri di rumah, Evendi seperti
orang kehilangan istri, seakan ia tidak sanggup menerima kenyataan pahit itu.
Segala cara telah dilakukan, namun semuanya tidak ada arti, tiga jeriken bensin
iya habiskan hanya untuk mencari nilai `A,` tapi entah mengapa dosennya itu
tidak pernah mengerti.
Tiga malam Evendi tidur tidak nyenyak makan
tak enak, ia harus memutar otak tujuh kali lipat untuk mencari solusi agar ia
bisa mendapatkan nilai bagus.
Ia sudah mulai senyum-senyum sendiri, Pagi
buta itu Evendi menghidupkan tunggangnannya, ia memacu kuda besinya 120 Kmj demi
berangkat kerumah dosen yang telah memberikan tiga kali nilai jelek kepadanya
itu.
Evendi sudah sampai di depan pintu rumah
dosennya, Tok-tok-tok bunyi suara ketukan pintu.
"Iya, siapa di luar?" Tanya ibu
Lasmini.
“Oeh.... kamu Evendi, ngapain kamu ke sini,
siapa suruh pagi-pagi ke rumah saya?" Lanjut dosennya itu.
"Aku heran bu, kenapa ibu terus
menyiksa saya, tiga kali saya ikut mata kuliah ibu, tapi kenapa ibu memberikan
nilai itu terus kepada aku, apa salahku? Tolong aku ibu..., nilai yang ibu
berikan tidak cukup membuat hati ini bahagia," mohon Evendi dengan suara
khasnya.
"Sudah-sudah, aku tidak suka melihat
orang seperti kamu, minta saja nilai A di rumah mu nanti, saya lagi sibuk
jangan kamu ganggu." Jawab dosen Matematika itu dengan nada tegas.
"Yasudah bu kalau begitu, boleh saya
pinjam parangnya sebentar?" pinta Evendi.
“Mau
kamu bawa kemana parang saya?” Gumam dosen
itu.
Evendi hanya membisu, melihat ada pohon
kelapa janda merana di halaman rumah ibu Lasmini, mahasiswa itu lagsung
memanjatnya, dahan-dahan kelapa yang sudah kering ia tebas semua, kelapa muda
dan tua dipetik semua, pohon kelapa itu yang dulu tidak terawat, sekarang tidak
lagi berantakan, semua buah kelapa selesai dikupasnya.
"Segala cara telah aku lakukan, tapi
ibu masih saja tidak berbaik hati , hanya ini yang terakhir bisa saya lakukan
buk," mohon Evendi dengan jantung berdebar-debar
Melihat kenyataan yang baru dilakukan anak
muridnya, dosen Serambi Mekkah itu seperti terkunci mulutnya, hanya senyum lebar
yang menghiasi paras cantik itu.
“Aduh kamu Evendi, kamu sudah ibu ijinkan
pulang, oya ini ada sedikit jajan daari saya untuk mu nak, tolong gunakan untuk
mengisi bensinmu.”
Minggu, 3 November 2015